Jumat, 26 Agustus 2011

Sabtu, 27 Agustus 2011 (Ziarah batin 2011)

Sabtu, 27 Agustus 2011
Pekan Biasa XXI
Pw Sta. Monika (P); Sta. Emma; St. Cyrilus dr Alexandria
Bacaan I: 1Tes. 4:9–11
Mazmur : 98:1.7–8,9; R: lih. 9
Bacaan Injil : Luk. 7:1–17


Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kaper­naum. Di situ ada seorang perwira yang mem­punyai seorang hamba, yang sangat dihar­gainya. Hamba itu sedang sakit keras dan ham­pir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: ”Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.” Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: ”Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumah­ku; sebab itu aku juga menganggap diri­ku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hamba­ku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri se­orang bawahan, dan di bawahku ada pula pra­jurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.”
Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil ber­paling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: ”Aku berkata kepadamu, iman se­besar ini tidak pernah Aku jumpai, se­kali­pun di antara orang Israel!” Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kem­bali. Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. (Bacaan selengkapnya lihat Alkitab....)



Renungan

Santa Monika adalah patron keteladanan seorang ibu dan seorang istri yang mencintai keluarganya secara total. Ia rela melakukan apa pun untuk orang-orang yang dikasihinya. Bukan sekadar mengasihi. Karena segala perjuangan hidupnya itu dibingkainya dalam iman. Ia percaya bahwa Allah peduli terhadap perjuangan umat-Nya.

Segala usahanya selalu disertai doa-doa yang tanpa henti. Memang, buah dari doa-doanya yang tanpa henti itu tidak dinikmatinya secara langsung. Patrisius, sang suami tercinta, baru bertobat dan kemudian dibaptis pada saat ajal siap menjemputnya. Begitu juga pertobatan putranya. Doa-doa yang tak kunjung putus dilantunkan oleh Santa Monika baru siap dipanen beberapa tahun setelah ia wafat. Pertobatan telah menuntun sang putra menjadi seorang imam, menjadi Uskup Hippo di Afrika Utara, dan menjadi pujangga Gereja yang terkenal kesuciannya. Dialah Santo Agustinus yang hari peringatannya selalu dirayakan oleh Gereja sehari setelah Santa Monika.

Gereja masa kini tetap membutuhkan manusia seperti Santa Monika agar karya misi Kristus dapat berkelanjutan. Manusia yang tegar dalam derita. Manusia yang setia dalam iman. Manusia yang berserah kepada rencana Tuhan, tanpa henti berdoa, manakala segala usaha dirasakannya tidak membuahkan hasil. Manusia yang selalu membangun hidupnya dalam kasih Allah.


Doa: Allah Mahaagung, tak ada hidup yang lebih indah selain hidup di dalam kasih-Mu. Tuntunlah aku mengikuti kesetiaan St. Monika dalam membangun hidupku ini. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Kamis, 25 Agustus 2011

Jumat, 26 Agustus 2011 (Ziarah batin 2011)

Jumat, 26 Agustus 2011
Pekan Biasa XXI (H)
Sta. Teresia Yornet; St. Zepherinus, Paus; Sta. Teresia dr Avila
Bacaan I: 1Tes. 4:1–8
Mazmur : 97:1–2b,5–6,10–12; R: 12a
Bacaan Injil : Mat. 25:1–13


”Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang meng­ambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang!
Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”



Renungan

Lima tahun setelah terbunuhnya John F. Kennedy, Eunice Kennedy, adik mendiang Presiden Amerika, merintis olimpiade khusus bagi anak-anak berketerbelakangan mental (tunagrahita) di tanah milik keluarganya di Maryland pada tahun 1968. Kegiatan yang kemudian dikenal sebagai ”Special Olympics Games” itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri para penyandang tunagrahita. Melalui pendampingan khusus para orangtua dan para pembinanya, penyandang tunagrahita dibangun semangat hidup mandirinya melalui berbagai kompetisi olahraga. Dengan segala keterbatasan yang disandangnya, mereka diajak bangkit menemukan bakatnya, lalu ditantang mengembangkan dirinya seoptimal mungkin agar bisa lebih mandiri. Di Indonesia ada SOINA, Special Olympics Indonesia, yang menargetkan menghasilkan 100.000 atlet tunagrahita pada tahun 2015. Data WHO memperkirakan 3% penduduk Indonesia adalah tunagrahita.

Meraih prestasi membutuhkan usaha keras dan sungguh-sungguh. Tak heran kalau Paulus selain memuji apa yang telah dikerjakan oleh umatnya di Tesalonika, juga meminta mereka untuk lebih bersungguh-sungguh lagi. Pendek kata, mereka harus lebih dan lebih lagi dalam mengupayakan hidup sempurna di hadapan Allah. Persis seperti sepuluh gadis dalam Injil yang semuanya telah siap menanti datangnya pengantin. Namun, hanya lima orang yang mendapat kesempatan masuk ruang perjamuan nikah. Hanya yang terbaiklah yang berkenan di hadapan Allah.

Doa: Tuhan Yesus, Engkau mengajak aku untuk hidup sempurna seperti Bapa sempurna adanya. Bantu aku untuk bangkit meraihnya kembali setiap kali aku jatuh dalam dosaku. Amin.

sumber:Ziarah batin 2011

Rabu, 24 Agustus 2011

Kamis, 25 Agustus 2011 (Ziarah batin 2011)

Kamis, 25 Agustus 2011
Pekan Biasa XXI (H)
St. Ludowikus; St. Yosef dr Calasanz;
B. Maria dr Yesus Tersalib

Bacaan I: 1Tes. 3:7–13
Mazmur : 90:3–4,12–13,14,17
Bacaan Injil : Mat. 24:42–51


"Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.
Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."



Renungan

Sabtu siang Frater Niko bersiul-siul gembira di ruang makan seminari. Pulang kuliah tadi ia bersenandung sepanjang jalan sambil mengayuh sepedanya. Setelah makan siang ia akan ke Pasir Nangka, sebuah stasi-desa di selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang tiap minggu ketiga rutin dilayaninya selama dua tahun terakhir ini. Sabtu malam ia memimpin ibadat sabda dan diskusi katekese di sana. Bermalam di rumah umat yang sederhana, namun dengan ’pelayanan prima’ seperti tamu agung. Perjalanan panjang 6–7 jam tak dirasa letih saat berkumpul kembali bersama umat setempat. Ada banyak bahan diskusi katekese yang muncul dalam setiap pertemuan. Umat selalu merindukan kehadiran frater muda yang akan memberikan setetes ’air penyejuk iman’ ini. Mereka ingin hidupnya semakin selaras dengan kehendak Allah.
Kerinduan perjumpaan umat-gembala juga terjadi antara Paulus dan Jemaat Tesalonika. ”Siang malam kami berdoa sungguh-sungguh supaya kita dapat bertemu muka...agar kalian tak bercacat dan kudus di hadapan Allah...”, itu yang diungkapkan dalam bacaan hari ini.

Memang, benih iman yang telah ditaburkan dalam diri kita harus terus-menerus dipelihara agar tumbuh subur. Bersama para pelayan rohani kita merawatnya sedemikian rupa agar hidup semakin sempurna dari hari ke hari, sampai hari kedatangan Tuhan.

Doa: Tuhan Yesus, dampingi aku untuk memperbaiki hidupku setiap saat sambil menantikan kedatangan-Mu kembali kelak. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Selasa, 23 Agustus 2011

Rabu, 24 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)

Rabu, 24 Agustus 2011
Pekan Biasa XXI
Pesta St. Bartolomeus, Rasul (M), Sta. Emilia de Vialar
Bacaan I: Why. 21:9b–14
Mazmur : 145:10–11,12–13b,17–18; R: lih. 12
Bacaan Injil : Yoh. 1:45–51

Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: ”Kami telah mene­mu­kan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” Kata Natanael kepadanya: ”Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Kata Filipus kepadanya: ”Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: ”Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!”
Kata Natanael kepada-Nya: ”Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya: ”Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Kata Natanael kepada-Nya: ”Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!” Yesus menjawab, kata-Nya: ”Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu.” Lalu kata Yesus kepadanya: ”Aku ber­kata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”



Renungan

Vannia adalah primadona di kelasnya. Sifatnya yang terbuka dan berani membuat teman-teman sekelas mengangkatnya menjadi kepala ’geng’. Kesulitan apa pun yang dihadapi teman-temannya selalu dapat ia bantu mengatasinya. Berhadapan dengan kakak-kakak kelas yang galak, menghadapi guru yang sedang marah, sampai menghadapi Mas Ojo penjual minuman dingin di pinggiran pagar sekolah yang sering bikin masalah dengan anak-anak sekolah, semua dapat diatasi Vannia dengan mudah.

Dalam setiap komunitas biasanya akan lahir pemimpin-pemimpin. Mereka awalnya orang-orang biasa, yang karena dukungan keadaan kemudian tampil menjadi pemimpin. Ada yang berhasil menjadi pemimpin yang baik dan disenangi orang, tetapi tak sedikit juga yang menjadi pemimpin yang dibenci. Mereka semua sama-sama memiliki kelebihan dibandingkan anggota komunitas lainnya.

Gereja perdana juga memilih pemimpin-pemimpin perdananya melalui Yesus Sang Guru. Sekelompok pemimpin itu dinamai para rasul. Salah seorang di antaranya adalah Natanael, petani dari Kana, yang diperkenalkan kepada Yesus oleh Filipus. Keraguannya, yang kemudian diikuti oleh pengakuan imannya akan Yesus sebagai Putra Allah, membuatnya amat istimewa di mata Yesus. Ia diperkenankan menjadi salah satu saksi kebangkitan-Nya dalam peristiwa penampakan di tepi Danau Tiberias. Natanael disebut juga Bartolomeus (Yunani), atau bar-Tolmay dalam bahasa Arami, yang artinya anak Tolmay, putra petani.

Doa


Yesus, Putra Allah, bentuklah diriku menjadi rasul-rasul-Mu di masa kini, yang siap mengantar banyak orang mencapai keselamatan yang Kaujanjikan itu. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Senin, 22 Agustus 2011

Selasa, 23 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)

Selasa, 23 Agustus 2011
Pekan Biasa XXI (H)
Sta. Rosa da Lima; St. Filipus Benizi
Bacaan I: 1Tes. 2:1–8
Mazmur : 139:1–3,4–6; R: 1a
Bacaan Injil : Mat. 23:23–26


”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.”



Renungan

Tepuk tangan meriah mengakhiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di PT Abal Abalan. Para pemegang saham bergembira atas kinerja jajaran direksi dan manajemen yang berhasil membukukan laba sangat memuaskan. Selain itu, RUPS juga memutuskan menghibahkan 10% laba untuk pembangunan panti asuhan dan 10% lagi untuk dana pendidikan calon imam di seminari setempat.

Kabar gembira dari RUPS juga disampaikan kepada Pastor Paroki setempat. Kemudian sambil menyatakan terima kasihnya, Pastor Paroki mengajukan beberapa pertanyaan, antara lain apakah karyawan sudah digaji dengan wajar; apakah kaidah keadilan diterapkan dalam bisnis; apakah kejujuran dan etika bisnis telah mendapat tempat utama dalam pengelolaan perusahaan? Ia berharap agar prinsip-prinsip moral Kristiani mendapat tempat terhormat di sana.
Perusahaan berkembang karena kinerja yang baik, bukan karena dilakukan dengan curang, manipulatif, bahkan menindas orang lain. Tak ada artinya memberikan sumbangan dalam jumlah besar kalau dananya diperoleh dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran iman kita. Kalau itu yang terjadi, apa bedanya kita dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Kita harus belajar dari pengalaman Jemaat Tesalonika, yang tetap setia berpegang pada ajaran-ajaran iman yang telah mereka terima, tak goyah dalam situasi apa pun.

Doa:Tuhan, semoga pengelolaan lembaga-lembaga duniawi yang Kaupercayakan kepadaku dapat kulakukan dengan baik tanpa mengabaikan kaidah moral dan imanku. Amin.

sumber:Ziarah batin 2011

Jumat, 19 Agustus 2011

Sabtu, 20 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)

Sabtu, 20 Agustus 2011
Pekan Biasa XX
Pw St. Bernardus, Abas, PujG. (P);
Samuel, Imam dan Hakim

Bacaan I: Rut. 2:1–3,8–11; 4:13–17
Mazmur : 128:1–2,3,4,5; R: 4
Bacaan Injil : Mat. 23:1–12


Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: ”Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.
Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”



Renungan

Dengan gagah, ketiga bocah Al, El, dan Dul, tampil di panggung memainkan gitar, bas, dan drum sambil bergaya seperti pemusik kawakan. Decak kagum membahana keluar dari mulut para penonton yang menyaksikannya, saat pembawa acara mengomentari penampilan mereka. ”Buah jatuh tak jauh dari pohonnya,” itulah pepatah yang bisa melengkapi penampilan ketiga anak pasangan Achmad Dani dan Maia Estianty itu. Kehebatan yang mereka miliki menurun dari bakat, kemampuan, dan jiwa seni kedua orangtuanya.

Di sekeliling kita ada banyak contoh serupa. Seniman memiliki anak-anak yang seniman juga. Bangsawan lahir dari sebuah keluarga bangsawan. Pewarisan seperti itu umumnya otomatis diturunkan secara genetik dari orangtua ke anak. Bacaan Pertama hari ini juga ingin menampilkan ”akar genetik” manusia Yesus, yang sering kali disebut sebagai keturunan Daud.
Pewarisan secara genetik akan lebih sempurna kalau diiringi pewarisan nilai-nilai luhur kehidupan yang berproses dalam hidup nyata sehari-hari. Misalnya: pengampunan, cinta kasih, kesederhanaan dan kerendahan hati, serta aneka nilai luhur lainnya yang dicontohkan dan diteladankan oleh yang lebih tua di dalam keluarga, atau di dalam komunitas setempat. Nilai-nilai luhur seperti itu, menurut Yesus, harus dicontohkan. Tak cukup hanya diajarkan dengan mulut sebagaimana yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Doa: Tuhan Yesus, dampingilah aku untuk berani memilah aneka contoh kehidupan yang ada di sekelilingku dan berani memilih yang terbaik sesuai ajaran-Mu. Amin.

sumber:Ziarah batin 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

Jumat, 19 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)

Jumat, 19 Agustus 2011
Pekan Biasa XX (H)
St. Yohanes Eudes; St. Ludovikus;
Ezekhiel Moreno; Guerikus Abas

Bacaan I: Rut 1:1,3–6,14b–16,22
Mazmur : 146:5–6,7,8–9bc–10; R: 2a
Bacaan Injil : Mat. 22:34–40


Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkum­pullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: ”Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang ter­utama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesama­mu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”


Renungan

Melalui mesin pencari kata di internet kita bisa menemukan jutaan link yang membahas entry kata ”kasih” atau ”cinta kasih”. Selain itu, ada juga ribuan tembang bertema ”cinta” dan ”kasih” bisa kita unduh melalui situs pengoleksi lagu di internet. Luar biasa pemahaman manusia tentang kata yang satu ini. Namun, coba bandingkan dengan berita di radio, televisi, dan koran setiap hari, apakah pemahaman manusia tentang kasih itu sungguh mampu diwujudkan atau hanya sekadar pemanis bibir? Pertengkaran, perkelahian dan kekerasan terjadi di mana-mana. Kerusuhan, bahkan juga peperangan silih berganti mewarnai muka bumi ini. Jangan-jangan, ”cinta kasih” hanya bersifat verbalistik. Mudah diucapkan dan didiskusikan, bahkan mudah juga dinyanyikan dengan melodi yang indah.

”Kalau begitu, hukum manakah yang terbesar?” tanya seorang ahli Taurat kepada Yesus untuk mencobai-Nya. Jawaban Yesus tampaknya ”standar-standar” saja, persis seperti yang sudah diajarkan turun-temurun oleh nenek moyang bangsa Yahudi: mengasihi Allah dengan segala-galanya, lalu mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Ini bukanlah hal baru. Kitab Rut dalam Bacaan Pertama juga selintas memperlihatkan cinta kasih yang sejati melalui sikap Rut terhadap Naomi.

Persoalan kita adalah bagaimana menjadikan yang ”standar-standar” itu berbuah nyata dalam tindakan konkret sehari-hari. Di sinilah kelebihan Yesus, menjadikan yang ”standar-standar” itu menjadi luar biasa karena dipraktikkan dalam hidup-Nya sendiri. Bahkan Ia memuliakan nilai kasih yang dipraktikkan-Nya itu dengan mengampuni sesama-Nya saat meregang nyawa tergantung di salib. Itulah cinta kasih yang sejati.

Doa: Yesus Tuhan Penyelamatku, sanggupkan aku untuk mempraktikkan ajaran cinta kasih-Mu dalam tindakanku sehari-hari. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Selasa, 16 Agustus 2011

Rabu, 17 Agustus 2011(Ziarah Batin 2011)-HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

Rabu, 17 Agustus 2011
HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA (P)
St. Gregorius Thaumaturgos; St. Gregorius dr Tours
Bacaan I: Sir. 10:1–8
Mazmur : 101:1a,2ac,3a,6-7; R: Gal. 5:13
Bacaan II : 1Ptr. 2:13–17
Bacaan Injil : Mat. 22:15–21


Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: ”Guru, kami tahu, Eng­kau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan mem­bayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: ”Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepa­da-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka mem­bawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: ”Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: ”Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”


Renungan

Republik Indonesia hari ini genap berusia 66 tahun. Artinya sudah puluhan kali juga kita merayakannya dengan kegembiraan. Ada pidato kenegaraan pimpinan-pimpinan bangsa. Ada upacara bendera di mana-mana. Ada renungan suci dalam keheningan malam di taman makam pahlawan. Ada pawai dan karnaval meriah dari gang-gang sempit sampai ke jalan-jalan raya. Ada lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, lomba balap karung, dan sebagainya. Inilah saat sarat makna bagi sebuah komunitas multikultur, multietnik, dan multireligi yang memproklamasikan dirinya menjadi sebuah bangsa dan negara berdaulat pada tahun 1945.

Mengisi kemerdekaan bukan sekadar merayakan 17 Agustus setiap tahun. Kemerdekaan harus diwujudkan dan dialami dalam perilaku hidup sehari-hari warga negaranya. Para pemimpinnya jujur dan berwibawa. Rakyatnya hidup damai dan sejahtera. Seluruh komponen bangsa boleh ambil bagian, sekaligus boleh menimba manfaat maksimal dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai murid Kristus kita juga harus berperan aktif dalam mengisi kemerdekaan. ”Berikanlah kepada kaisar yang menjadi hak kaisar...”, sabda Yesus ini bergema kembali dalam hati kita hari ini. Dirgahayu Republik Indonesia...!

Doa: Allah Pencipta Semesta Alam, aku bersyukur menjadi bagian dari bangsa ini. Rasa syukurku akan kuungkapkan dalam partisipasiku mengisi kemerdekaan melalui karya-karya yang berguna bagi sesamaku. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Senin, 15 Agustus 2011

Selasa, 16 Agustus 2011 (ziarah batin 2011)

Selasa, 16 Agustus 2011
Pekan Biasa XX (H)
St. Benediktus Yoseph Labre; St. Stefanus dr Hungaria
Bacaan I: Hak. 6:11–24a
Mazmur : 85:9,1–12,13–14; R: lih. 9
Bacaan Injil : Mat. 19:23–30


Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata, ”Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata, ”Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus, ”Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Kata Yesus kepada mereka, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.”


Renungan

Dalam sebuah dialog di facebook untuk mengomentari foto seorang romo yang masih muda dan ganteng, ada seorang Bapak berkomentar begini, ”....kekaguman tak habis-habisnya melihat keputusan anak-anak muda seperti dia. Semoga umat dapat menghargai dan ikut bertanggung jawab atas panggilan imamatnya....”

Kalau mau jujur, mungkin bukan hanya bapak ini seorang yang kagum. Banyak orang juga kagum dengan anak-anak muda idealis seperti itu. Ia berani mengambil keputusan yang ”dianggap tak masuk akal” bagi dunia anak muda sekarang. Bukankah di sekelilingnya ada begitu banyak peluang untuk menikmati hidup, untuk meraih ”sukses”, dan membuat dirinya bisa tampil beda dengan orang lain mengikuti cara pandang dunia modern itu sendiri. Salahkah semua itu?
Kekaguman kita akan bertambah lagi kalau merenungkan tantangan Yesus dalam Injil hari ini. Ia tidak ingin murid-murid sejatinya itu ”biasa-biasa” saja. Harus lebih dari itu, harus sempurna, dan harus memiliki totalitas kemuridan agar bisa meraih hidup yang kekal.

Memang, hanya yang berkualitaslah yang pantas disebut sebagai murid sejati-Nya. Hanya yang sempurnalah yang pantas meraih hidup yang kekal. Menjadi orang-orang pilihan Allah adalah ”mimpi” yang harus diwujudkan.


Doa: Allah Bapa, penguasa langit dan bumi, Putra-Mu menjanjikan kemuliaan bagi murid-murid sejati-Nya, yaitu duduk bersama-Nya untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Aku ingin ambil bagian bersama-Nya juga kelak. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Jumat, 12 Agustus 2011

Sabtu, 13 Agustus 2011(Ziarah Batin 2011)

Sabtu, 13 Agustus 2011
Pekan Biasa XIX (H)
St. Hippolitus; St. Innosensius XI, Paus;
St. Pontianus, Paus; St. Maximus

Bacaan I: Yos. 24:1–13
Mazmur : 136:1–3,16–18,21–22,24
Bacaan Injil : Mat. 19:3–12


Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya me­marahi orang-orang itu. Tetapi Yesus ber­kata: ”Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.


Renungan

”Jas Merah” adalah ungkapan dan kosa kata yang lahir dari mulut Bung Karno. ”Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, itu maksudnya. Sejarah berisi catatan dari berbagai peristiwa. Sejarah juga memuat interpretasi atas serentetan peristiwa yang dialami oleh seseorang, sekelompok orang, atau sebuah bangsa. Maka sejarah janganlah dibelokkan, apalagi diselewengkan, harus apa adanya.

Nabi Yosua mengantar ”umat pilihan” memasuki babak baru dalam sejarah, sebagai bangsa yang mulai menetap, membangun sebuah negeri, menjadi bangsa yang merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Mereka tidak boleh melupakan sejarah, tetapi harus belajar dari sejarah perjalanan panjang: berawal dari sebuah keluarga, sebuah kelompok kecil, sampai menjadi sebuah bangsa besar yang menetap di Kanaan yang luas dan subur. Pada akhir hayatnya, Yosua kembali mengingatkan umatnya untuk tetap setia kepada Allah yang tetap setia menyertai perjalanan mereka selama-lamanya.

Dari sejarah umat pilihan ini kita bisa belajar bagaimana sesuatu yang awalnya tampak kecil dan tidak berarti bisa berkembang menjadi luar biasa. Sesuatu yang kecil dan tampaknya tidak bernilai di mata dunia telah menjadi permata di tangan Allah. Tidak ada alasan bagi kita untuk merasa kecil dan tidak berguna, merasa terbuang dan terpinggirkan, merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Bukankah Allah tetap mengasihi kita? Bukankah sejarah iman telah membuktikan bagaimana Allah setia mendampingi umat-Nya, yang menuruti perintah-perintah-Nya, yang selalu dekat dengan-Nya?
Jangan-jangan kita merasa hidup beriman itu harus seperti anak kecil yang penurut. Ah, siapa takut? Bukankah Yesus, di tengah-tengah kerumunan anak-anak kecil, mengatakan, ”Orang-orang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”

Doa: Tuhan Yesus, ajari aku untuk memiliki hati seperti seorang anak kecil, yang tulus, jujur, dan penuh kepolosan di hadapan-Mu. Amin.

sumber:Ziarah batin 2011

Kamis, 11 Agustus 2011

Jumat, 12 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 19:3–12

Jumat, 12 Agustus 2011
Pekan Biasa XIX (H)
Sta. Radegundis dr Turingia;
Sta. Yohana Fransiska de Chantal; St. Sabas dr Goth

Bacaan I: Yos. 24:1–13
Mazmur : 136:1–3,16–18,21–22,24
Bacaan Injil : Mat. 19:3–12

Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ”Apakah diper­bolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus: ”Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah di­per­satukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya: ”Jika de­mikian, apakah sebabnya Musa me­merintah­kan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka: ”Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Murid-murid itu berkata kepada-Nya: ”Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ”Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”



Renungan

Ada rupa-rupa panggilan hidup yang bisa kita pilih dan jalani. Ada yang memilih untuk menikah dan membangun keluarga. Ada juga yang memilih tidak menikah lalu menjadi biarawan-biarawati, menjadi imam, atau mengabdikan hidup semata-mata untuk melayani Tuhan dan sesama. Setiap pilihan memuat hak, sekaligus tanggung jawab bagi si pemilihnya, yang harus dilaksanakan secara konsekuen agar pilihan hidupnya itu sungguh-sungguh bermakna.
Pada bagian akhir Kitab Yosua digambarkan kasih Allah yang begitu besar kepada orang Israel. Allah memilih mereka sebagai umat-Nya, mendampingi mereka sampai menjadi sebuah bangsa yang besar, dan juga melindungi mereka dari segala ancaman. Begitu besar kasih Allah terhadap bangsa pilihan-Nya: Ia memberikan Tanah Terjanji yang mereka peroleh tanpa bersusah payah; memiliki kota-kota tanpa membangunnya; dan memetik anggur dan zaitun dari kebun yang tidak mereka tanam sendiri. Itulah tanggung jawab. Itulah konsekuensi dari sebuah pilihan.

Ketika kita sudah menentukan pilihan, maka kita harus berani menjalaninya sepenuh hati. Juga jangan ”menduakan”, atau ”menggandakan” pilihan, hanya untuk mewujudkan egoisme kita. Yesus mengajak kita untuk tidak bertegar hati. Belajar dari kasih Allah yang begitu besar kepada umat pilihan-Nya, maka begitu juga seharusnya besarnya kasih kita terhadap apa yang telah kita pilih dengan bebas.

Doa: Tuhan, Engkau setia kepada umat pilihan-Mu. Aku ingin belajar setia juga sebagaimana Engkau perlihatkan dalam hidupku ini. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Rabu, 10 Agustus 2011

Kamis, 11 Agustus 2011(Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 18:21–19:1

Kamis, 11 Agustus 2011
Pekan Biasa XIX
Pw Sta. Klara dr Assisi; (P); Sta. Susana
Bacaan I: Yos. 3:7–10a,11,13–17
Mazmur : 114:1–2,3–4,5–6
Bacaan Injil : Mat. 18:21–19:1


Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, ”Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”Yesus berkata kepadanya, ”Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai meng­adakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia me­nangkap dan mencekik kawannya itu, kata­nya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawan­­nya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di surga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Bacaan selengkapnya lihat Akitab….)



Renungan

Gentong yang penuh berisi air, apabila diisi terus dengan air, isinya akan melimpah ke mana-mana dan terbuang percuma. Namun, apabila pada gentong itu dibuatkan saluran keluar (outlet) yang pas, maka limpahan isinya dapat disalurkan ke tempat lain yang membutuhkannya.

Hidup kita juga ibarat gentong yang terbuka menerima rezeki, rahmat, atau berkat dari Allah. Semua akan percuma kalau diperuntukkan melulu bagi kepentingan diri sendiri. Berkat itu akan berdaya guna, bahkan akan selalu terisi terus, kalau ada saluran keluar untuk membagikannya kepada orang lain. Sedekah, berbagi, atau berderma adalah wujud nyata solidaritas yang ditanamkan oleh setiap agama di muka bumi.

Dalam Injil hari ini kita melihat perumpamaan tentang hamba yang jahat dan tak tahu berterima kasih. Ia memperoleh kebaikan dari majikannya, tetapi ia tidak rela berbagi kepada sesamanya. Yesus memperluas pemahaman tentang berbagi yang bukan semata-mata menyangkut materi, namun juga yang imaterial, seperti kasih dan pengampunan.

Doa: Allah Maha Pengampun, aku ingin mengampuni orang lain sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Curahkan Roh-Mu untuk menguatkan tekatku ini. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Selasa, 09 Agustus 2011

Rabu, 10 Agustus 2011(ziarah batin 2011)-Bacaan Injil : Yoh. 12:24–26

Rabu, 10 Agustus 2011
Pekan Biasa XIX
Pesta St. Laurensius, Diakon & Martir (M)
Bacaan I: 2Kor. 9:6–10
Mazmur : 112:1–2,5–9; R: 5a
Bacaan Injil : Yoh. 12:24–26

Aku berkata kepadamu: Sesungguh­nya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan meng­hasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus me­ngikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”


Renungan

Pohon pisang dapat tumbuh di mana saja, berbuah tanpa mengenal musim. Jantung dan buahnya dipersembahkan untuk memberi kehidupan bagi banyak orang. Daun dan batangnya juga digunakan untuk kepentingan manusia. Lebih menarik lagi kalau kita perhatikan bagaimana pohon pisang berkembang biak secara vegetatif, melalui tunas-tunas yang tumbuh di sekeliling pohon induk, lalu kemudian menjadi anakan pohon. Agar anakan pohon ini bisa menjadi pohon dewasa yang menghasilkan buah pada waktunya maka pohon induk harus dimusnahkan.

Hari ini kita merayakan pesta St. Laurensius, diakon dan pelayan setia Paus Sixtus II (Abad ke-3) yang diserahi tugas mengurus harta kekayaan Gereja untuk dibagikan kepada fakir miskin. Ketika Paus Sixtus dipenjara oleh penguasa Roma, Laurensius juga menemaninya. Namun, ketika penguasa Roma ingin merebut harta kekayaan Gereja yang dikelolanya, Laurensius malahan segera membagi-bagikannya kepada fakir miskin. Hal ini membuat gusar penguasa Roma yang lalu membakar Laurensius hidup-hidup. Kesaksian iman Laurensius menjadi berita besar yang membangkitkan iman orang-orang Kristen lainnya pada waktu itu.

Hari ini Yesus memberi perumpamaan tentang biji gandum. Ada yang tetap sebiji dan tidak menghasilkan buah. Namun, ada juga yang menghasilkan buah berlimpah-limpah. Agar menghasilkan buah berlimpah dibutuhkan pengorbanan. Siapkah kita menjadi biji gandum yang jatuh ke dalam tanah, hancur, namun lalu menghasilkan banyak buah?

Doa: Tuhan Yesus, biji gandum yang tetap sebiji tidaklah berguna. Engkau ingin agar aku menjadi biji gandum yang menghasilkan banyak buah. Bantu aku dalam mewujudkannya. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Senin, 08 Agustus 2011

Selasa, 9 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 18:1–5,10,12–14

Selasa, 9 Agustus 2011
Pekan Biasa XIX (H)
St. Oswaldus; Sta. Teresia Benedikta dr Salib
Bacaan I : Ul. 31:1–8
Mazmur : Ul. 32:3–4a,7–9,12; R: 9a
Bacaan Injil : Mat. 18:1–5,10,12–14


Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya, ”Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Dan barang siapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga. Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.”


Renungan

Masih lekat dalam ingatan kita proses alih kepemimpinan di Keuskupan Agung Jakarta yang berlangsung dalam Perayaan Ekaristi Hari Raya Petrus & Paulus, 29 Juni 2010. Indah dan mengharukan. Diawali dengan bersama-sama menyanyikan lagu In Nomine Iesu, yang merupakan sesanti Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ. Setelah itu Kardinal menyerahkan tongkat gembalanya kepada Uskup Agung Ignatius Suharyo.

Setelah menerima tongkat itu, Mgr. Suharyo mencium tangan dan cincin Romo Kardinal, yang menandakan kesetiaan dan kesediaannya melanjutkan tugas penggembalaan di KAJ. Kemudian Romo Kardinal memeluk Mgr. Suharyo, yang mengungkapkan kasih dan restunya kepada Uskup Agung Jakarta yang baru. Prosesi alih kepemimpinan ditutup dengan menyanyikan lagu Serviens Domino, yang diinspirasikan oleh sesanti Mgr. Suharyo.

Suksesi Apostolik dalam Gereja Katolik berlangsung sederhana dan tanpa ingar-bingar sebagaimana layaknya pemilihan dan pergantian kepemimpinan dalam dunia politik dan organisasi kemasyarakatan. Praktis tanpa politik uang, tanpa intrik, dan tanpa ”kongkalikong”.

Yesus Sang Guru mengamanatkan semua murid-Nya untuk melandaskan kepemimpinan pada semangat pelayanan dan kesederhanaan. Menjadi pemimpin bukan untuk berkuasa. Bukan untuk meraup segala sesuatu bagi kepentingannya sendiri. Menjadi pemimpin artinya menjadi pelayan...yang siap mencari dan menemukan domba-domba yang hilang.

Doa
Allah Bapa, bentuklah aku menjadi orang yang selalu siap melayani sesamaku dalam semangat kesederhanaan. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Jumat, 05 Agustus 2011

Sabtu, 6 Agustus 2011-Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya(Bacaan Injil : Mat. 17:1–9 )

Sabtu, 6 Agustus 2011
Pekan Biasa XVIII
Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya (P) St. Hermanus
Bacaan I : Dan. 7:9–10,13–14
Mazmur : 97:1–2,5–6,9; R: 1a,9a
Bacaan Injil : Mat. 17:1–9


Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Kata Petrus kepada Yesus, ”Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”
Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata, ”Berdirilah, jangan takut!” Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, ”Jangan kamu ceritakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.”

Renungan
Dalam misa pontifikal di gereja Katedral, seorang Uskup biasanya memimpin upacara dengan mengenakan semua atribut kegembalaannya secara lengkap. Ada mitra di kepala, tongkat gembala di tangan, dan salib pektoral di dada. Bahkan seorang Uskup Agung Metropolit sering kali juga melengkapi penampilannya dengan memasang pallium (semacam syal terbuat dari tenunan bulu domba yang sudah diberkati Sri Paus) melingkar di pundak pada bagian luar kasulanya. Itulah yang membedakannya dengan imam-imam lain yang mendampinginya dalam upacara tersebut.
Dalam Injil hari ini kita dengar bagaimana Petrus, Yakobus, dan Yohanes mengalami peristiwa iman saat Yesus berubah rupa di depan mereka. Dan seketika itu juga Petrus menjawab, ”Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini...”
Hari ini kita merayakan Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya. Perayaan ini hendaknya tidak sekadar upacara, namun mengantar kita kepada iman akan Yesus, Allah Penyelamat, yang menebus segala dosa kita agar layak memandang kemuliaan-Nya juga kelak. Membawa dan mengantar kita kepada iman yang sama sebagaimana yang dialami oleh ketiga Rasul di Gunung Tabor.
Hari ini hati kita juga berbunga-bunga, seperti Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Seperti para imam yang mendampingi Uskup dalam misa pontifikal, yang merasa bangga dan bahagia karena mendapat anugerah istimewa.

Doa
Yesus Tuhanku, semoga cahaya yang memancar dari tubuh-Mu di Gunung Tabor juga memenuhi hatiku dan seluruh Gereja, Tubuh Mistik-Mu di dunia. Amin.


sumber:ziarah Batin 2011

Kamis, 04 Agustus 2011

Jumat, 5 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 16:24–28

Jumat, 5 Agustus 2011
Pekan Biasa XVIII (H)
Pemberkatan Gereja Basilika SP Maria; Sta. Nonna
Bacaan I : Ul. 4:32–40
Mazmur : 77:12–13,14–15,16,21; R: 12a
Bacaan Injil : Mat. 16:24–28


Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, ”Setiap orang yang mau meng­­ikut Aku, ia harus menyangkal diri­nya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam kerajaan-Nya.”



Renungan

Serombongan pemuda beringas berteriak-teriak sambil mengacungkan golok ke arah jemaat yang sedang beribadah mengisi masa Prapaskah di rumah Pak Paulus. Mereka tidak setuju karena rumah tinggal (dianggap) bukanlah tempat ibadah. Apalagi ibadah dilengkapi dengan nyanyian pujian yang mereka anggap mengganggu ketenangan lingkungan. Tidak ada kompromi, semua jemaat digiring bak pesakitan menuju kantor polsek setempat untuk diinterogasi. Akhirnya, Pak Paulus diminta menandatangani perjanjian bermeterai agar tidak lagi menggunakan rumahnya untuk beribadah bersama.

Melalui Musa, Allah memurnikan kualitas iman umat-Nya sebelum memasuki ”Tanah Terjanji”. Hanya yang tahan banting, yang berpegang pada ketetapan dan perintah-Nya yang diperkenankan-Nya masuk. Permintaan yang sama diulangi lagi oleh Yesus kepada murid-murid-Nya, ”Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, harus berani memikul salibnya.” Itulah kualitas kemuridan yang diminta-Nya.
Kemuridan adalah sebuah proses panjang. Melalui Pembaptisan, kita mengawali masa resmi kemuridan, yang akan terus berproses sepanjang hidup. Bukan jalan mudah, lancar, dan serba enak yang harus kita lalui, tetapi juga jalan berliku, penuh kesulitan dan tantangan, yang kita namai ”jalan salib hidup” kita.

Doa
Tuhan Yesus, jadikan hatiku semakin menyerupai Hati Kudus-Mu yang aku muliakan pada Jumat Pertama ini. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Rabu, 03 Agustus 2011

Kamis, 4 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 16:13–23

Kamis, 4 Agustus 2011
Pekan Biasa XVIII
Pw St. Yohanes Maria Vianney, Im (P)
Bacaan I : Bil. 20:1–13
Mazmur : 95:1–2,6–7,8–9; R: 8
Bacaan Injil : Mat. 16:13–23


Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: ”Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka: ”Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ”Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: ”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: ”Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias.
Se­jak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: ”Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: ”Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”


Renungan

”Saya mendapat hadiah untaian Litani Serba Salah,” ungkap seorang tokoh jemaat yang baru enam bulan dipercaya menjadi ketua Stasi dalam suatu kesempatan sharing pendalaman iman masa. Melakukan ini-itu selalu dianggap salah oleh umat. Kritik tajam, gerundelan, bahkan cemooh dan caci maki juga pernah diterimanya. Tidak tahan dengan semua itu, ia berniat mengajukan pengunduran diri kepada Pastor Parokinya.
Musa dan Harun menghadapi persoalan yang sama saat memimpin orang Israel melintasi padang gurun menuju Tanah Terjanji. Bahkan, mereka juga putus asa menghadapi jemaat yang dipimpinnya, sehingga menggerutu kepada Tuhan yang telah memilih dan menunjuk mereka sebagai pemimpin. Ketika membentuk Gereja-Nya, Yesus juga memilih pemimpin-pemimpin berkualitas untuk menggembalakan umat-Nya, seperti Petrus yang dengan berani mengungkapkan imannya, ”Engkaulah Mesias...!”

Pemimpin sejati harus tumbuh di sekitar kita, dalam lingkungan keluarga, Gereja, maupun masyarakat. Pemimpin yang tegar, tidak cengeng dan tidak mudah putus asa menghadapi tantangan dan kesulitan, seperti pohon tinggi yang perkasa, yang tidak gentar diterpa angin kencang. Pemimpin yang mau mengayomi, melayani, dan mengantar mereka yang dipimpinnya menuju ”Tanah Terjanji” dalam hidupnya masing-masing.

Doa
Yesus, ajari aku untuk memiliki ketegaran hati seperti Santo Petrus, rasul yang Kaupilih menjadi pemimpin Gereja-Mu. Amin.

sumber:Ziarah Batin 2011

Selasa, 02 Agustus 2011

Rabu, 3 Agustus 2011(ZIarah batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 15:21–28

Rabu, 3 Agustus 2011
Pekan Biasa XVIII (H)
St. Stefanus I, Paus
Bacaan I : Bil. 13:1–2a,25–14:1,26–29,34–35
Mazmur : 106:6–7a,13–14,21–22,23; R: 4a
Bacaan Injil : Mat. 15:21–28


Lalu Yesus pergi dari situ dan menying­kir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: ”Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: ”Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak.” Jawab Yesus: ”Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: ”Tuhan, tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab: ”Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu: ”Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: ”Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.



Renungan

Baliho raksasa dipasang di sudut jalan strategis untuk mengiklankan sebuah acara rohani ”Mukjizat & Penyembuhan” yang akan dilakukan oleh sekelompok penginjil terkenal dari luar negeri. Banyak yang mencibir. Banyak juga yang percaya lalu berbondong-bondong mendatanginya. Ada yang disembuhkan total. Ada yang disembuhkan sesaat. Namun, banyak juga yang tidak mengalami apa-apa. Itulah realitas kehidupan, sekaligus kesaksian iman yang dipertontonkan di zaman modern ini.

Atas perintah Allah, Musa mengutus beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang berlimpah susu dan madu, bakal tempat tinggal mereka sebagai bangsa yang merdeka. Namun, banyak yang berkhianat menyampaikan kabar burung, yang membuat orang Israel menjadi ketakutan dan meragukan rencana Allah bagi mereka. Maka rencana memasuki Tanah Terjanji harus tertunda 40 tahun lamanya. Iman dikalahkan oleh kabar burung. Hal kebalikannya terjadi di zaman Yesus. Seorang wanita Kanaan menaruh kepercayaan bahwa Yesus akan menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan dan sangat menderita. Dan totalitas imannya kemudian berbuah nyata dalam hidupnya.
Iman adalah penyerahan diri yang total kepada kehendak Allah. Allah tidak akan pernah tinggal diam membiarkan umat kesayangan-Nya dalam kesulitan. Sudahkah kita memiliki iman seperti itu?

Doa
Tuhan, jadikan diriku sebagai tanah subur bagi bertumbuhnya benih iman yang telah Kautaburkan. Amin.


sumber:Ziarah batin 2011

Senin, 01 Agustus 2011

Selasa, 2 Agustus 2011 (Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 15:1–2,10–14

Selasa, 2 Agustus 2011
Pekan Biasa XVIII (H)
St. Eusebius Vercelli; B. Petrus Feber; St. Petrus Yulianus Eymard
Bacaan I : Bil. 12:1–13
Mazmur : 51:3–4,5–6a,6bc–7,12–13; R: 3a
Bacaan Injil : Mat. 15:1–2,10–14



Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: ”Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.”
Lalu Yesus memanggil orang banyak dan ber­kata kepada mereka: ”Dengar dan camkan­lah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: ”Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?” Jawab Yesus: ”Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.”



Renungan

Perawakannya kecil, suaranya tidak berwibawa, wajahnya juga biasa-biasa saja. Itu kesan pertama ketika Bu Fidelis diperkenalkan sebagai komandan baru di sebuah kesatuan militer. Banyak orang bertanya apakah ia sanggup memimpin para tentara yang hampir semuanya pria di sini? Dari dalam kesatuan yang akan dipimpinnya juga muncul keraguan atas kapabilitas Bu Fidelis. Waktu berputar begitu cepat. Bu Fidelis bisa membuktikan siapa dirinya. Dua tahun kemudian terdengar kabar bahwa ia dipromosikan ke posisi yang lebih strategis dan penting dalam jajaran kemiliteran.

Kitab Bilangan hari ini memperlihatkan bagaimana hal-hal lahiriah membawa Harun dan Miryam meragukan Musa. Begitu juga Injil Matius mewartakan bagaimana keragu-raguan orang-orang Farisi dan ahli Taurat terhadap Yesus.

Banyak cara untuk menanggapi keraguan orang terhadap diri kita. Banyak hal bisa kita lakukan untuk membuat orang lain yakin dengan diri kita. Musa dan Yesus memberi inspirasi kepada kita bagaimana caranya menjawab semua keraguan orang melalui tindakan nyata. Bekerja dan berbuat sebaik mungkin untuk kepentingan semua orang. Memosisikan diri sebagai ”penyelamat yang memberi kepastian” dalam suasana ketakutan dan kebimbangan.

Doa
Tuhan Yesus, dampingi aku untuk menemukan diriku yang seutuhnya agar hidupku berguna bagi sesamaku. Amin.


sumber:Ziarah Batin 2011