Pekan Biasa XII Pw St. Aloysius Gonzaga, Biarw. (P)
Bacaan I: Kej. 13:2,5–18
Mazmur : 15:2–3ab,3cd–4ab,5; R: 1a
Bacaan Injil : Mat. 7:6,12–14
”Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Renungan
Siapakah yang akan membagikan seekor ingkung ayam (ayam utuh) untuk diberikan saat makan bersama dalam sebuah kelompok (biasanya dalam upacara syukuran) yang terdiri dari banyak orang? Jawabannya, dialah yang mau mengambil bagian yang terakhir setelah orang lain mendapatkan sesuai permintaannya. Risikonya, yang membagi bisa jadi tidak mendapatkan bagiannya sama sekali. Itulah risiko menjalankan keutamaan keadilan. Rasanya Abraham jugalah yang berinisiatif untuk membagi tanah mereka agar selesailah konflik yang terjadi antara para gembalanya dan para gembala milik Lot. Konflik itu diselesaikan demi kelestarian relasi persaudaraan. ”Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat” (Kej. 113:8). Persaudaraan dibangun bukan melalui ”pintu yang lebar”, tetapi melalui pintu yang sesak.
Selalu ada kesempatan yang ”luas” untuk tinggal dalam kegelapan, bagaikan pintu yang lebar sehingga orang tidak memerlukan penyangkalan diri, tetapi tinggal mengikuti saja nafsu kedagingan kita tanpa harus kerja keras. Namun, untuk memasuki ”kehidupan sejati, kehidupan dalam Roh”, dibutuhkan kerja keras dan penyangkalan diri sampai menguras seluruh pikiran, hati, dan tenaga, bahkan mesti diperjuangkan sampai tetes darah terakhir.
Menyangkal diri itu berarti mau meninggalkan apa pun yang kuanggap istimewa dan sumber kesenanganku sementara dan berlari mencari Sang Sumber Hidup. Itulah gaya hidup yang berani memasuki ”pintu yang sesak” agar segarlah diri kita karena memasuki ”kehidupan sejati”, yakni bersatu dengan Allah yang hidup.
Doa:Bapa, ajarilah aku untuk berani memilih kehidupan dengan melalui ”pintu yang sesak”, dengan belajar menyangkal diri sehingga nyatalah kasih-Mu dalam tindakanku setiap hari. Amin.
sumber:Ziarah Batin 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar