Pekan Biasa XXVII (H)
B. Eugenius Bossilkoff; B. Albertus Marvelli; Sta. Anna Maria Gallo; B. Raymundus dr Kapua
Bacaan I : Yun. 4:1–11
Mazmur : 86:3–4,5–6,9–10; R: 15b
Bacaan Injil : Luk. 11:1–4

Renungan
Seorang ayah begitu bangga meminta anaknya untuk memimpin doa sebelum makan dalam kehadiran seorang pastor di keluarga mereka. Si anak mengucapkan doa Bapa Kami. Sang ayah dengan nada kesal berkomentar, ”Kenapa tidak doa spontan, Nak!”
Doa Bapa Kami, karena begitu sering dan secara rutin dihafal serta diucapkan, seolah-olah tidak bermakna lagi. Padahal, itu adalah doa warisan indah yang Kristus tinggalkan bagi kita. Kita terkadang lebih tersentuh dengan doa spontan yang indah-indah, yang panjang dan penuh dengan kata-kata seolah-olah membuat Allah terkesan.
Para guru, rabi di zaman Yesus, selalu mengajarkan doa pendek kepada para pengikutnya. Yesus pun mengajarkan doa Bapa Kami kepada murid-murid-Nya. Doa yang pendek itu bukan bermaksud agar para murid gampang menghafal dan melafalkannya. Doa ini sungguh merangkul segala sesuatu tentang Tuhan, kita, dan relasi kita dengan Tuhan. Di atas segalanya, doa itu merupakan ungkapan suatu relasi yang intim dan kesatuan yang mendalam antara Yesus dan Allah yang Dia sapa sebagai Abba atau Bapa. Kita pun di ajak-Nya untuk menyapa Allah sebagai Bapa, yang penuh perhatian, berbelas kasihan, dan peduli akan kita, anak-anak-Nya.
Doa
Ya Allah Bapa, sadarkan aku selalu bahwa Engkau adalah Bapaku yang peduli akan diriku, anak kesayangan-Mu. Amin.
sumber :ziarah batin 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar